Ticker

6/recent/ticker-posts

Advertisement

Pengadaan Lahan TPA, Terindikasi 'Mark Up' dan Pemalsuan

Bens Indonesia, Muratara - Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Utara saat ini telah memiliki lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berlokasi di Desa Sungai Jauh, Kecamatan Rawas Ulu.

Lahan seluas 5,5 ha itu, diketahui telah dibeli oleh Pemkab Muratara melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan pada tahun 2015 (3,5 ha) dan pada tahun 2019 (2 ha) melalui salah seorang bernama Mugono.

Pembelian lahan seluas 3,5 ha pada tahun 2015 senilai Rp.428 juta. Sedangkan pembelian lahan seluas 2 ha pada tahun 2019 senilai Rp.534 juta.

Setelah ditelusuri, Mugono yang digadang-gadang bakal maju pada bursa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Musi Rawas Utara pada tahun 2024 dan bakal menggandeng H. Inayatullah, pada saat itu menjadi pihak yang menerima kuasa dari si pemilik lahan untuk melakukan proses transaksi jual-beli tanah (Makelar Tanah) kepada Pemerintah Daerah.

Hj. Siti Khodijah, salah satu pemilik lahan TPA sampah
"Iya, untuk jual beli semuanya kami serahkan sama pak Mugono. Kami dibayar Rp.50 juta per hektar, yang lain sama Rp.50 juta juga per hektarnya," terang Hj. Siti Khodijah kepada Bens Indonesia. 

Merujuk dari keterangan tersebut, sangat jauh berbeda antara nominal yang dibayarkan Pemerintah Daerah oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan melalui Mugono, dengan nominal yang dibayarkan oleh Mugono kepada si pemilik tanah (Mark Up).

Pada tahun 2015, Pemkab Muratara menggelontorkan dana sebesar Rp.428 juta untuk membeli 3,5 ha x Rp.50 juta/ha = Rp.175 juta. Maka, yang menjadi keuntungan Mugono pada pengadaan lahan TPA tahun 2015 sebesar Rp.253 juta (Rp.428 juta - Rp.175 juta).

Pada tahun 2019, Pemkab Muratara kembali menggelontorkan dana senilai Rp.534 juta untuk membeli 2 ha x Rp.50 juta/ha = Rp.100 juta. Maka, yang menjadi keuntungan Mugono pada pengadaan lahan TPA tahun 2019 sebesar Rp.434 juta (Rp.534 juta - Rp.100 juta).

Setidaknya, selaku pemegang kuasa dari si pemilik lahan, Mugono telah memperoleh keuntungan senilai Rp.687 juta, yang menjadi potensi kerugian keuangan daerah, dari proses transaksi jual-beli lahan yang dilakukan pada tahun anggaran 2015 dan 2019.

Namun, jika total anggaran sebesar Rp.962 juta itu benar-benar dilakukan untuk pengadaan lahan tanpa melalui "Makelar Tanah", Pemkab Muratara akan mendapatkan setidaknya 19 ha lahan yang dapat dijadikan TPA sampah.

Menelisik hal tersebut, pihak Bens Indonesia kian penasaran lantaran si pemilik lahan mengaku tak pernah menandatangani selembar berkas pun dalam proses jual beli atau apapun bentuknya dalam pengalihan hak atas tanah tersebut.

"Aku belum pernah tanda tangan berkas selembar pun. Termasuk saat pak Mugono menyerahkan duit pun tidak pernah ada kuitansi yang saya tanda tangani. Berkas apapun belum ada sama sekali, apalagi namanya surat kuasa, itu bukan tanda tangan aku," tegas Khodijah yang membantah lembar surat kuasa yang dibubuhi tanda tangan atas nama Hj. Siti Khodijah.

Perbandingan tandatangan Hj. Siti Khodijah yang tidak memiliki kesamaan (non identik) meski dalam satu berkas yang sama.
Aneh bukan, si pemilik lahan justru mengaku tak pernah menandatangani berkas apapun, hingga terjadi proses jual - beli tanah.

Sementara itu, pada arsip berkas yang dimiliki Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Muratara terkait pengadaan lahan TPA ditemukan beberapa lembar surat kuasa yang salah satunya ditandatangani Khodijah, beserta pemilik lahan lainnya yakni Cik Yun Binti M Nuh, Junaidi Bin Zulkipli, Lukman, Nurhasanah Binti H Salim, yang patut diduga telah dipalsukan si penerima kuasa (Makelar Tanah).

Jika mempedomani Pasal 263 KUHP ayat (1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.

Kemudian, pada Pasal 263 ayat (2) berbunyi dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian. [BN1]

Posting Komentar

0 Komentar