Ironisnya, bangunan yang diakui telah mencapai progres fisik 33 persen tersebut, diduga kuat sarat akan Tindak Pidana (TP) Korupsi. Lantaran bukan hanya tidak selesai dikerjakan saja, melainkan fisik bangunan yang ada sudah rusak di berbagai sisi bangunan itu tidak memberikan asas manfaat sama sekali kepada masyarakat setempat untuk meningkatkan produksi padi di areal persawahan yang ada.
"Kalau menurut kami, bangunan yang ada itu tidak sampai 33 persen Pak. Paling 20 persen Pak. Sebab bangunan yang ada saat ini panjangnya tidak mencapai 50 meter. Ditambah lagi, bagian atas lantai irigasi sudah habis terkikis air. Dibagian dinding irigasi juga sudah banyak yang berlubang, sehingga air keluar ke bagian samping bangunan melalui lubang - lubang tersebut seperti air mancur Pak," ungkap Yorni (48), Petani penggarap sawah di sekitar lokasi pekerjaan saat ditemui Bens Indonesia, Senin (7/2) lalu.
Dikatakan Yorni, para pekerja mulai melaksanakan pekerjaan sekitar bulan Juli 2021 lalu. Namun, pekerjaan sempat terhenti beberapa waktu lantaran terdapat alat yang akan digunakan untuk membuat bangunan irigasi tersebut tak kunjung tiba dilokasi.
"Waktu itu kami sempat nanya kepada tukang bangunan yang bekerja, kenapa kok jumlah pekerjanya cuma sedikit dan kerjaan berhenti?, kata mereka masih menunggu wermesnya nggak sampai - sampai dilokasi," cerita Yorni.Diharapkan Yorni, pihak terkait diminta untuk tegas dalam menangani permasalahan mangkraknya proyek tersebut. Khususnya aparat penegak hukum yang ada. Sebab, dengan kondisi yang ada saat ini Warga tidak yakin jika bangunan yang ada tersebut sudah mengabiskan dana 33 persen dari pagu proyek atau kisaran Rp. 400 juta.
"Belum lagi pada saat pekerjaan berlangsung, tukang terlihat asal - asalan dalam bekerja Pak. Lihat saja bangunan yang dihasilkan sama sekali tidak rapih, dan sudah retak-retak dan bolong - bolong dibagian dindingnya. Selain itu, semen yang digunakan juga merk yang kurang bagus pak," ujar Yorni.
Sementara itu, berdasarkan pantauan Bens Indonesia dilokasi, Senin (7/2) lalu, ditemukan sejumlah material berupa semen dan koral yang tidak digunakan ditinggal begitu saja dilokasi. Selain itu, dibagian fisik bangunan juga sudah terdapat kerusakan - kerusakan yang diduga kuat disebabkan oleh pengerjaan yang tidak sesuai spek yang sudah di sepakati dalam kontrak kerja antara rekanan dan PPK.
Disisi lain, Kepala Bidang SDA Dinas PUPR - Perhubungan Lebong, Arman saat dikonfirmasi Selasa (8/7) lalu, membenarkan jika pihaknya melakukan pemutusan kontrak kerja terhadap proyek tersebut.
"Betul kita lakukan putus kontrak dengan progres fisik 33 persen. Untuk tahun ini rasanya irigasi tersebut belum akan dilakukan pekerjaan lanjutan," singkat Arman.
Untul diketahui, Proyek pembangunan Irigasi Air Uram yang dikerjakan oleh CV. Mustuva Corporation dengan kontrak nomor: 824/04/SPK/610/PUPRHUB/VII/2021 senilai Rp1.306.815.787,89,- tersebut mulai dikerjakan pada tanggal 2 Juli 2021 dan berakhir pada tanggal 8 Desember 2021 lalu dengan waktu pelaksanaan selama 160 hari kalender. [Randi]
0 Komentar