Seperti yang terjadi di Dinas PUPR Kabupaten Muratara sejak beberapa tahun terakhir ini. Diduga kuat, oknum PPK nekat memungut fee proyek sebesar 1,5 persen hingga 3 persen dari nilai kontrak kerja.
"Uang Lelah" dipungut dari masing - masing kontraktor yang memiliki kontrak kerja di Dinas PUPR tersebut, dengan modus, oknum PPK ini mengajukan pinjaman kepada para rekanan pada awal proyek tersebut mulai.
Berdasarkan keterangan dari sejumlah Kontraktor yang mendapatkan pekerjaan melalui Dinas PUPR Muratara mengaku secara terang - terangan, jika oknum PPK tersebut diduga mengutip uang lelah dari setiap proyek yang berlangsung.
"Setiap kali sudah pengumuman pemenang tender dan melakukan penandatanganan kontrak, oknum PPK ini langsung menghubungi Kontraktor, melakukan pengajuan pinjaman, tapi nilai besarannya ditentukan berdasarkan besaran nilai kontrak," ujar sumber terpercaya yang merupakan Kontraktor Muratara.
Dilanjutkannya, kondisi ini sudah berlangsung dari tahun ke tahun. Hanya saja, besaran nilainya yang berbeda.
Jika pada tahun - tahun sebelumnya, pungutan fee proyek diberlakukan sebesar 3%. Khusus ditahun 2021 ini hanya diberlakukan 1,5 persen.
"Nilai tersebut murni hanya pungutan yang dilakukan oleh oknum PPK ini saja. Sementara, hampir 90 persen kegiatan proyek yang berlangsung melalui Dinas PUPR Muratara ini, dia (oknum PPK, red) yang jadi PPKnya," jelas sumber seraya mengatakan memiliki bukti pendukung kuat atas pernyataannya tersebut.
Sementara itu, berbekal informasi tersebut, awak media melakukan investigasi guna mengetahui identitas oknum PPK tersebut hingga diketahui jika oknum PPK yang dimaksud adalah ASN Dinas PUPR Muratara berinisial IN.
Sayangnya, oknum PPK terduga pelaku pungutan berinisial IN hingga saat ini belum berhasil dilakukan upaya konfirmasi. Begitu juga dengan Kepala Dinas PUPR Muratara, Amrullah, juga belum mau memberikan komentar terkait kebenaran informasi tersebut.
Untuk diketahui, perilaku tidak terpuji yang diduga dilakukan oleh oknum PPK Dinas PUPR Muratara berinisial IN tersebut, dapat memberikan dampak negatif terhadap fisik bangunan yang dikerjakan oleh para kontraktor, berupa kurangnya kualitas bangunan yang dibuat lantaran sebagian dananya diambil oleh oknum PPK tersebut untuk menguntungkan diri sendiri. Tentu saja, hal tersebut diprediksi dapat menimbulkan terjadinya kerugian negara pada pelaksanaan proyek tersebut.
Hal ini jelas sangat bertentangan dengan hukum, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Jika tidak kita beri, jelas kami akan dipersulit selama pelaksanaan pekerjaan maupun pencairan dana atas pekerjaan yang telah kami buat itu pak," ujar Sumber. [Ifan]
0 Komentar